Oleh: Adnan R. Abas
Alumni SMANBIL 2019; Pegiat Literasi & Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
SUARASATU.ID – Reorganisasi Ikatan Alumni SMAN 1 Biluhu (IKA SMANBIL) yang ke-2 menjadi momentum penting setelah beberapa tahun belakangan aktivitas organisasi ini terkesan berjalan lambat. Kegiatan ini tentu patut disambut dengan semangat optimisme, karena merupakan bentuk ikhtiar bersama untuk kembali merawat tali silaturahmi antaralumni dan menghidupkan kembali semangat kebersamaan yang pernah tumbuh di masa-masa putih abu-abu.
Namun di balik semangat tersebut, pertanyaan reflektif layak diajukan: Apakah reorganisasi ini akan berhenti pada pergantian struktur semata? Ataukah justru menjadi langkah awal dalam membangun kembali kultur organisasi alumni yang inklusif, hangat, dan berkelanjutan?
Sebab, sebuah organisasi alumni bukan hanya tentang struktur dan jabatan, melainkan juga tentang rasa memiliki, keterlibatan, dan kontribusi bersama. Setiap angkatan memiliki kisah, semangat, dan potensi yang jika dipertemukan dalam wadah yang terbuka, akan menjadi kekuatan sosial yang luar biasa. Reorganisasi, dengan demikian, idealnya membuka ruang itu—ruang kolaborasi lintas angkatan, ruang berbagi pengalaman, serta ruang untuk menyusun gagasan bersama demi almamater dan komunitas sekitar.
Jika beberapa waktu lalu IKA SMANBIL belum mampu berjalan optimal, tentu itu bukan untuk disesali. Justru dari situ kita belajar bahwa organisasi memerlukan pembaruan, penyegaran, dan penguatan dari waktu ke waktu. Dan reorganisasi inilah jawabannya—sebagai kesempatan kedua untuk menata ulang langkah, merumuskan arah, dan memperluas jangkauan.
Tentu harapannya, pengurus yang terpilih ke depan tidak hanya membawa nama, tapi juga semangat untuk menghidupkan kultur organisasi: budaya saling mendukung, budaya terbuka terhadap ide-ide baru, serta semangat merangkul seluruh alumni tanpa sekat. Karena hanya dengan itulah ikatan alumni akan benar-benar terasa hidup—bukan hanya dalam struktur, tetapi dalam suasana batin dan tindakan nyata.
Reorganisasi ini bukan akhir, melainkan awal dari proses panjang membangun kembali rumah bersama bernama IKA SMANBIL. Dan semoga dari sini, kita semua—dari berbagai angkatan dan latar belakang—dapat terus saling menyapa, berjejaring, dan memberi makna yang lebih besar bagi almamater tercinta dan tanah kelahiran kita.
Refleksi Keterlibatan & Kepantasan: Siapakah harusnya di sana—Pemimpin IKA?
Dalam semangat reorganisasi yang lebih inklusif, kiranya perlu juga direnungkan kembali dinamika-dinamika sebelumnya—terutama terkait keterlibatan lintas angkatan dalam tubuh organisasi. Di masa lalu, sempat terjadi kondisi di mana beberapa angkatan senior belum sepenuhnya dilibatkan atau bahkan terkesan terpinggirkan dalam proses organisasi. Situasi ini, meski mungkin tidak disengaja, tentu meninggalkan jarak emosional dan menurunkan semangat keterlibatan kolektif.
Sangat penting untuk dipahami bahwa setiap angkatan memiliki kontribusi dan nilai historisnya masing-masing. Angkatan-angkatan senior, misalnya, menyimpan banyak pengalaman, jejaring, dan keteladanan yang dapat menjadi fondasi kuat bagi generasi setelahnya. Mengesampingkan mereka bukan hanya kehilangan potensi besar, tetapi juga mengabaikan prinsip dasar dari sebuah ikatan alumni—yakni saling merawat lintas waktu.
Karena itu, pada momentum reorganisasi ini, sangat disarankan agar ruang partisipasi dibuka selebar-lebarnya. Bukan hanya untuk menyambut kembali angkatan-angkatan senior yang sempat menjauh, tetapi juga untuk memberi ruang bagi mereka tampil kembali sebagai panutan dan pendamping dalam proses kaderisasi kepemimpinan alumni.
Alangkah bijaknya bila senior-senior terdahulu dapat mengambil peran lebih aktif: menjadi penasihat, penyeimbang, sekaligus penjaga etika dalam proses organisasi. Bukan untuk mengatur secara kaku, tetapi sebagai sosok penuntun yang penuh kearifan. Sebab dalam organisasi, regenerasi yang baik bukan hanya soal memberi ruang bagi yang muda, tetapi juga membangun jembatan yang kokoh antara pengalaman dan semangat baru.
Estafet kepemimpinan dalam ikatan alumni haruslah dijaga agar tidak menjadi perebutan, tetapi sebuah proses transisi yang sehat dan beretika—di mana yang senior memberi teladan, dan yang junior menghormati serta bersedia belajar. Di sinilah ikatan alumni dapat tumbuh sebagai komunitas yang dewasa secara sosial, matang secara emosional, dan berkelas secara moral.
Mari kita bangun IKA SMANBIL sebagai rumah besar bersama. Rumah tempat semua alumni merasa diterima, didengar, dan diajak bertumbuh bersama—dari yang lebih dulu membuka jalan, hingga yang baru saja melangkah keluar dari gerbang almamater. Karena hanya dengan kebersamaan lintas generasi itulah, kita bisa menjaga keberlanjutan yang kokoh dan bermakna.