Penulis: Agung Bobihu (Mahasiswa Akuntansi UNG)
Aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat di depan BNI Cabang Gorontalo bukan sekadar luapan emosi, melainkan bentuk tanggung jawab moral untuk mengoreksi praktik arogan dan keliru yang dipertontonkan oleh pimpinan cabang. Sayangnya, ketika suara rakyat disampaikan, Kepala Cabang BNI Gorontalo justru memilih untuk kabur melaluli pintu belakang dan menutup pintu menolak berdialog. Penolakan ini adalah bukti nyata bahwa BNI Cabang Gorontalo kian jauh dari semangat demokrasi. Sebagai institusi perbankan milik negara, BNI seharusnya hadir sebagai mitra rakyat, mendengar keluhan masyarakat, dan mencari solusi bersama. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya: suara mahasiswa dianggap gangguan, kritik dianggap ancaman, dan aspirasi diperlakukan sebagai sesuatu yang layak dibungkam. BNI Gorontalo lupa bahwa mahasiswa adalah agen moral bangsa, dan masyarakat adalah penopang keberadaan lembaga. Menolak mendengar berarti menolak rakyat. Menutup ruang dialog berarti menutup jalan menuju penyelesaian masalah. Inilah cermin arogan yang tidak hanya mencoreng wajah cabang, tetapi juga merusak reputasi BNI di tingkat nasional. Demonstrasi yang tak digubris ini seharusnya menjadi alarm bagi manajemen pusat: ada yang tidak beres di Gorontalo. Seorang pimpinan yang baik akan merangkul kritik, bukan melarikan diri darinya. Seorang pemimpin yang layak duduk di kursi strategis harus mampu meredam gejolak dengan komunikasi yang terbuka, bukan memperkeruh keadaan dengan sikap menutup diri. Jika suara mahasiswa dan masyarakat saja tidak mau didengar, maka apa jaminan bahwa suara nasabah tidak akan diperlakukan sama? Apa jaminan bahwa keluhan rakyat kecil tidak akan diabaikan dengan alasan birokrasi? Maka, setelah penolakan ini, tuntutan menjadi semakin jelas: manajemen pusat BNI harus segera mencopot Kepala Cabang Gorontalo. Bukan hanya karena ia arogan, tetapi karena ia gagal memahami tugas elementer seorang pemimpin: mendengar dan melayani. BNI tidak bole boleh memberi ruang pada kultur pembungkaman. Integritas perbankan negara hanya bisa tegak bila ia berpihak pada rakyat, bukan pada kesombongan elit internalnya. Dan jika BNI pusat masih menutup mata, maka jangan salahkan bila gelombang protes rakyat akan semakin besar.