SUARASATU.ID | Jakarta – 22 April 2025 | Wakil Presiden termuda Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, kembali memantik perhatian publik. Kali ini bukan lewat pidato kenegaraan atau program pemerintahan, melainkan lewat sebuah video monolog berdurasi enam menit yang diunggah ke kanal YouTube miliknya.
Judul videonya sederhana namun sarat makna: “Generasi Muda, Bonus Demografi, dan Masa Depan Indonesia.” Isi pesannya ingin menggugah semangat anak muda Indonesia menyongsong tahun 2045. Tapi di balik pesan penuh harapan itu, justru gelombang kritik deras menghantam—terutama di jagat maya.
🎙️ Isi Monolog: Gagasan Besar yang Terjebak Gaya Kaku?

Dalam video tersebut, Gibran berbicara sendirian di atas panggung dengan latar gelap dan tata cahaya dramatis. Ia menyinggung fakta bahwa pada 2030 mendatang, Indonesia akan memiliki 208 juta penduduk usia produktif, yang menurutnya merupakan “bonus demografi” luar biasa—dan perlu dimanfaatkan dengan cerdas.
Gibran memuji berbagai capaian generasi muda: film animasi “Jumbo”, prestasi Timnas U-17, dan geliat kreator lokal di berbagai sektor digital. Ia menyebut bahwa perubahan besar tidak dimulai dari politikus, tapi dari semangat warga biasa yang berani mencoba.
Namun sayangnya, penyampaian yang kaku, tertulis, dan minim ekspresi membuat pesan itu gagal menyentuh audiens.
“Kayak presentasi anak magang,” tulis salah satu komentar di video tersebut, disukai ribuan pengguna.
🔥 Reaksi Publik: Lebih Banyak Dislike daripada Dukungan
Respons penonton sangat cepat dan keras. Dalam dua hari, video tersebut ditonton lebih dari 280.000 kali namun dibanjiri lebih dari 30.000 dislike—bandingkan dengan jumlah like-nya yang tidak mencapai 3.000. Komentar bernada sinis dan meme kritik bermunculan di Twitter dan TikTok.
“Kalau ini generasi pemimpin masa depan, kita butuh rencana cadangan,” tulis akun @rakyatlogis, yang cuitannya viral dengan 12 ribu repost.
Sebagian warganet juga menilai video ini sebagai manuver politik terselubung, menyebutnya sebagai “soft campaign” menuju Pilpres 2029.
🎯 Pengamat Bicara: Strategi Politik yang Kurang ‘Rasa’
Menurut pengamat politik dari BRIN, Prof. Lili Romli, langkah Gibran merupakan bagian dari strategi komunikasi publik yang sah dilakukan seorang pejabat negara. Tapi ia menyoroti pentingnya “rasa” dalam menyampaikan pesan.
“Rakyat sekarang makin cerdas. Mereka bisa bedakan mana narasi yang muncul dari hati, dan mana yang muncul dari ruang strategi,” jelas Lili.
🧭 2029 di Depan Mata?
Meski belum ada pernyataan eksplisit, langkah Gibran membuat publik berspekulasi: apakah ini langkah awal menuju Pilpres 2029? Dengan posisi sebagai Wapres muda, nama Gibran kerap disebut-sebut dalam bursa calon presiden masa depan.
Namun jika strategi komunikasi yang digunakan tetap ‘dingin’ dan teknokratis, publik muda yang selama ini jadi tumpuan pesannya, justru bisa jadi audiens paling kritis.