Example floating
Example floating
Example 728x250
OpiniBeritaDaerahGorontaloNasionalPolitik

Ketika Kebenaran Dihukum: Membaca Ulang Keberanian Dheninda Chaerunnisa

741
×

Ketika Kebenaran Dihukum: Membaca Ulang Keberanian Dheninda Chaerunnisa

Sebarkan artikel ini
Oleh: Hendrawan Dwikarunia Datukramat (Presiden Mahasiswa BEM UNG 2023, Aktivis & Analis Gerakan Sosial, Direktur Mega Gerakan Nusantara)
Oleh: Hendrawan Dwikarunia Datukramat (Presiden Mahasiswa BEM UNG 2023, Aktivis & Analis Gerakan Sosial, Direktur Mega Gerakan Nusantara)
Example 468x60


Oleh: Hendrawan Dwikarunia Datukramat (Presiden Mahasiswa BEM UNG 2023, Aktivis & Analis Gerakan Sosial, Direktur Mega Gerakan Nusantara)


Di tengah kebisingan politik lokal yang sering kali lebih sibuk mengurusi rupa daripada substansi, langkah Dheninda Chaerunnisa terasa seperti hembusan udara segar yang mengguncang ruang pengap kekuasaan.

HUBUNGI 0823-8710-7828
Example 300x600
HUBUNGI 0823-8710-7828


Ia tidak sedang mencari panggung. Ia sedang menyingkap tabir kebusukan lama — praktik calo dalam rekrutmen P3K — yang selama ini hanya dibicarakan di balik meja dan bisik-bisik warung kopi.

Namun ironinya, bukan calo yang diserang publik, melainkan suara yang berani mengingatkan bahaya mereka.
Sebuah potongan video tiga detik tiba-tiba lebih dipercaya daripada konteks dan niat seorang wakil rakyat yang berbicara untuk melindungi warga dari tipu daya birokrasi.

Fenomena ini memperlihatkan satu hal: kebenaran kini tidak lagi ditentukan oleh isi, tetapi oleh cara ia dikemas.


Ketika seorang perempuan muda berbicara tegas tentang kejahatan moral, dunia digital menilainya bukan dari pesan, tapi dari senyumnya.
Dan itulah yang sedang terjadi pada Dheninda — seorang legislator muda yang menolak bungkam di hadapan sistem yang memperdagangkan jabatan publik.

Mereka yang Panik, Akan Menciptakan Isu

Setiap kali kebenaran diucapkan, mereka yang diuntungkan oleh kebohongan akan mencari cara untuk menenggelamkannya.
Kasus Dheninda adalah cermin sempurna: alih-alih membongkar siapa calo yang memperjualbelikan posisi P3K, sebagian pihak justru sibuk menciptakan distraksi — menebar potongan video, membangun narasi murahan, dan menggiring opini publik untuk menjauh dari substansi.

Padahal yang diucapkannya sederhana: jangan bayar untuk menjadi ASN.


Kalimat yang seharusnya menjadi pesan publik kini diputar menjadi alat untuk menyerang.

Menurut Hendrawan Dwikarunia Datukramat, Presiden BEM Universitas Negeri Gorontalo 2023 sekaligus analis gerakan sosial, pola ini menunjukkan bagaimana kejujuran di negeri ini sering kali harus melewati ujian fitnah sebelum akhirnya diterima sebagai kebenaran.
“Ketika suara yang tulus dibungkam dengan framing, itu pertanda kekuasaan sedang panik menghadapi moralitas,” ujarnya dalam refleksi sosialnya tentang fenomena ini.

Calo Bukan Sekadar Masalah, Tapi Luka Lama Bangsa

Isu calo dalam rekrutmen aparatur bukanlah cerita baru. Ia penyakit lama yang menolak mati — tumbuh di tanah subur ketakutan dan kolusi.
Bagi banyak masyarakat kecil, kesempatan menjadi P3K sering kali berarti harapan hidup; dan ketika harapan itu dijual, maka yang dijual bukan sekadar jabatan, melainkan martabat.

Keberanian Dheninda menyentuh luka lama itu. Dan mereka yang takut disembuhkan, memilih menyerang dokternya.

Perempuan, Politik, dan Kebenaran yang Tidak Nyaman

Serangan terhadap Dheninda juga menunjukkan satu hal lain yang lebih dalam: ketakutan pada perempuan yang berani.
Dalam politik patriarkal yang masih menganggap perempuan sebagai pelengkap, munculnya figur seperti Dheninda — muda, vokal, dan jujur — adalah ancaman.

Namun keberanian perempuan yang bersuara tidak bisa lagi dikekang oleh framing murahan.
Justru karena serangan itu, publik kini mulai sadar bahwa apa yang ia bawa bukan drama, tapi data; bukan pencitraan, tapi perlawanan terhadap kejahatan struktural.

Gorontalo dan Cermin Moralitas Kita

Gorontalo adalah tanah adab, tanah di mana tutur dan budi lebih tinggi dari fitnah.
Dalam budaya ini, motoloboto — duduk bersama sebelum menilai — adalah nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi.


Sayangnya, hari ini banyak yang lebih cepat menekan tombol “bagikan” daripada mencoba memahami konteks.

Padahal yang dilakukan Dheninda justru bentuk nyata dari adab itu: menahan diri, tersenyum di tengah provokasi, berbicara dengan tenang di tengah riuh.
Itu bukan sikap arogan, tapi cara elegan melawan dengan martabat.
Dan barangkali, di situlah letak perbedaan antara pemimpin sejati dan penguasa yang hanya pandai bereaksi.

Keberanian Itu Menular

Dheninda mungkin berdiri sendirian hari ini, tapi keberaniannya sedang menular.
Ia telah membuka ruang baru bagi publik untuk bertanya — bukan siapa yang tersenyum di video, tapi siapa yang menjual kursi P3K di balik layar.
Pertanyaan semacam itu jauh lebih berbahaya bagi mereka yang hidup dari sistem kotor.

Mungkin inilah waktunya masyarakat berhenti mencari wajah untuk disalahkan, dan mulai mencari sistem yang harus dibongkar.
Karena kebenaran yang dipotong-potong tidak akan pernah bisa membungkam hati rakyat yang mulai sadar.

Keberanian seperti Dheninda tidak perlu banyak pembela; ia hanya perlu diingat sebagai tanda bahwa di tengah kebusukan sistem, masih ada yang memilih jujur.
Dan seperti yang sering dikatakan Hendrawan Dwikarunia Datukramat, “ketika kejujuran mulai tampak berbahaya bagi penguasa, saat itulah rakyat harus memastikan kebenaran tidak lagi sendirian.”

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *